Selasa, 04 September 2012

TERLANJUR HAIDH SAAT IBADAH HAJI

Haidh adalah hal yang wajar bagi seorang wanita sehingga ketika haidh seorang wanita tidak terhalang untuk mendapatkan pahala seperti kasus pertanyaan sayyidah aisah untuk mendapatkan lailatul qadar. Dalam perihal haji, seorang wanita yang sedang menstruasi bisa melakukan semua rukun dan kewajiban dalam Haji atau Umrah kecuali untuk ritual Tawaf (juga larangan yang bukan termasuk ritual haji seperti memegang Al Qur’an, sholat baik wajib maupun sunnah) dan tidak boleh wanita itu melakukan Tawaf sebelum menstruasinya berhenti dan ia melakukan ghusl (mandi besar).
Dasarnya adalah hadist Nabi Muhammad SAW yang pernah berkata kepada istrinya A’ishah RA yang saat itu sedang dalam keadaan menstruasi:
“Lakukan apa saja seperti para jemaah haji lainnya lakukan. Tapi jangan Tawaf mengelilingi Ka'bah kecuali kamu sudah suci.”
Maka guna kelancaran dan kekhusyukan ritual ibadah haji bagi jamaah haji perempuan khususnya yang masih dalam usia subur, diperlukan strategi atau cara untuk mengatur atau bahkan menunda datangnya haid. Fatwa ulama membolehkan menunda haid selama dalam tujuan melaksanakan ibadah haji. Namun pertanyaan yang sering timbul bagaimanakah jika seorang wanita yang terlanjur haidh saat tengah melakukan manasik haji. Menurut Ulama' Syafi'iyyah ia harus menunggu masa sucinya kembali untuk menjalankan ibadah thowafnya dan menetap ditanah haram, kalau tidak memungkinkan baginya menetap disana kewajiban thawafnya masih ada padanya dan tidak bisa gugur. Sedangkan bila terpaksa, maka menurut hemat saya bolehlah kita taqlid kepada madhab lain (tentu dengan mempelajarinya terlebih dahulu) seperti menurut imam hanafi yang mengatakan bahwa "suci saat thawaf" tidak menjadi persyaratan saat thawaf, hanya sebagai kewajiban yang bila ditinggalkan dia wajib membayar DAM (denda) dan bahkan ada yang berpendapat hanya sunah membayarnya.
Sumbernya :

أَنَّ مَنْ حَاضَتْ قَبْلَ طَوَافِ الرُّكْنِ وَلَمْ يُمْكِنْهَا الْإِقَامَةُ حَتَّى تَطْهُرَ لَهَا أَنْ تَرْحَلَ فَإِذَا وَصَلَتْ إلَى مَحَلٍّ يَتَعَذَّرُ عَلَيْهَا الرُّجُوعُ مِنْهُ إلَى مَكَّةَ جَازَ لَهَا حِينَئِذٍ أَنْ تَتَحَلَّلَ كَالْمُحْصَرِ وَتُحِلُّ حِينَئِذٍ مِنْ إحْرَامِهَا وَيَبْقَى الطَّوَافُ فِي ذِمَّتِهَا إلَى أَنْ تَعُودَ وَالْأَقْرَبُ أَنَّهُ أَيْ الْعَوْدَ عَلَى التَّرَاخِي وَأَنَّهَا تَحْتَاجُ عِنْدَ فِعْلِهِ إلَى إحْرَامٍ لِخُرُوجِهَا مِنْ نُسُكِهَا بِالتَّحَلُّلِ بِخِلَافِ مَنْ طَافَ بِتَيَمُّمٍ تَجِبُ مَعَهُ الْإِعَادَةُ أَيْ إعَادَةُ الطَّوَافِ لِعَدَمِ تَحَلُّلِهِ حَقِيقَةً .

Hasyiyah al-Jamal IX/154
________________

فَأَمَّا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ ، وَالْجَنَابَةِ ، وَالْحَيْضِ ، وَالنِّفَاسِ فَلَيْسَتْ بِشَرْطٍ لِجَوَازِ الطَّوَافِ ، وَلَيْسَتْ بِفَرْضٍ عِنْدنَا بَلْ وَاجِبَةٌ حَتَّى يَجُوزَ الطَّوَافُ بِدُونِهَا .وَعِنْدَ الشَّافِعِيِّ فَرْضٌ لَا يَصِحُّ الطَّوَافُ بِدُونِهَا .وَاحْتَجَّ بِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : { الطَّوَافُ صَلَاةٌ إلَّا أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَبَاحَ فِيهِ الْكَلَامَ } .وَإِذَا كَانَ صَلَاةً فَالصَّلَاةُ لَا جَوَازَ لَهَا بِدُونِ الطَّهَارَةِ ، وَلَنَا قَوْله تَعَالَى : { وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ } أَمَرَ بِالطَّوَافِ مُطْلَقًا عَنْ شَرْطِ الطَّهَارَةِ

Badaa-i as-Shonaa-i’ IV/385
______________

وقال أبو حنيفة : ليس شيء من ذلك شرطا واختلف أصحابه فقال بعضهم هو واجب وقال بعضهم هو سنة لأن الطواف ركن للحج فلم يشترط له الطهارة كالوقوف

Al-Mughni III/397

Tidak ada komentar: