Jumat, 25 Desember 2009

Arsip Pertanyaan 3

Arsip Pertanyaan :

1. Campur Madzhab
2. Wudlu untuk Thowaf
3. Bid'ah Dholalah





TEMBUSAN PERTANYAN CAMPUR MADZHAB
PERTANYAAN : Muhammad Subhan : Maaf gus,sblmnya q mau tny: bgmn hukumx mencampur madzhab?
JAWABAN : Mencampur kolang-kaling dengan air es disebut ES CAMPUR, tapi mencampur 2 madhab dalam 1 masalah namanya TALFIQ , MIX 2/LEBIH MADHAB dalam 1 MASALAH.
Kata talfiq secara etimologi (lugatan)memiliki arti melipat atau menggabungkan. Sedangkan secara terminologi (istilah), talfiq berarti mencampuradukkan perbuatan dalam satu qhadiah (rangkaian) Ibadah yang memiliki dari dua pendapat atau lebih, lalu pada tahap pelaksanaannya mempraktikkan sesuatu yang tak pernah dipilih dan diakui oleh imam madzhab manapun.
Misalnya seseorang yang berwudlu tanpa menggosok (al-dalku) dengan dalih mengikuti madzhab Syafi’i. Setelah itu, ia bersentuhan dengan perempuan tanpa bersyahwat. Lalu ia menganggap wudlu’nya tidak batal dengan berpegangan pada pendapat Imam Malik. Kemudian ia melakukan shalat, maka shalat yang ia lakukan hukumnya batal lantaran dalam wudlu’nya terdapat talfiq. Dalam arti, jika mengikuti madzhab Syafi’i, wudlu’nya sudah batal karena menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Sedangkan, jika mengikuti madzhab Maliki wudlu’nya tidak sah karena tidak melakukan al-dalku atau menggosok.
BERIKUT BEBERAPA PENDAPAT :
Pendapat pertama yang mengatakan tidak boleh talfiq, diperkuat oleh Imam al-Ghazali. Beliau melarang praktik talfiq dengan alasan hal tersebut condong pada mengikuti hawa nafsu, sementara syari‘at, menurut beliau datang untuk mengekang liarnya hawa nafsu. Sehingga setiap perkara harus dikembalikan syari‘at bukan kepada hawa nafsu. Beliau menyitir ayat al-Quran yang berbunyi :
“Jika kamu berselisih paham tentang suatu perkara, m a k a kembalikanlah kepada Allah Swt.
Dalam I'anah juga disebut :
قال ابن حجر، ......ويمتنع التلفيق في مسألة، كأن قلد مالكا في طهارة الكلب والشافعي في مسح بعض الرأس في صلاة واحدة، وأما في مسألة بتمامها بجميع معتبراتها فيجوز، ولو بعد العمل، كأن أدى عبادته صحيحة عند بعض الائمة دون غيره، فله تقليده فيها حتى لا يلزمه قضاؤها.
Dalam Bugyah :
وقال ابن زياد: القادح في التلفيق إنما يتأتى إذا كان في قضية واحدة،

Kedua, kubu yang membolehkan praktik talfiq, diantaranya adalah sebagian ulama‘ Malikiyah, mayoritas Ashab Syafi‘i serta Abu Hanifah: mereka membolehkan talfiq dengan alasan bahwa larangan talfiq tersebut tidak ditemukan dalam syara‘, karenanya seorang mukallaf boleh menempuh hukum yang lebih ringan. Selain itu, ada hadits Nabi (qauliyah maupun fi‘liyah) yang menunjukkan bolehnya talfiq. Dalam sebuah hadits yang dituturkan oleh Aisyah, Nabi bersabda:
” Nabi tidak pernah diberi dua pilihan, kecuali beliau memilih yang paling mudah, selama hal tersebut bukan berupa dosa. Jika hal tersebut adalah dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhi hal tersebut “. (Fathu al-Bari, X, 524)
Dalam hadits lain beliau bersabda :
“Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah mudah. Dan tidaklah seorang yang mencoba untuk menyulitkannya, maka ia pasti dikalahkan”. (Fathu al-Bari, I, 93)
DR. Wahbah Zuhaili juga sepakat tentang kebolehan talfiq ini, menurut beliau talfiq tidak masalah ketika ada hajat dan dlarurat, asal tanpa disertai main-main atau dengan sengaja mengambil yang mudah dan gampang saja yang sama sekali tidak mengandung maslahat syar‘iyat. (Ushul al-Fiqh al-Islamiy, II, 1181)
‘Izzuddin Bin Abdi al-Salam menyebutkan bahwa, boleh bagi orang awam mengambil rukhsah beberapa madzhab (talfiq), karena hal tersebut adalah suatu yang disenangi. Dengan alasan bahwa agama Allah itu mudah (dinu al-allahi yusrun) serta firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 78:
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam satu agama suatu kesempitan. (Fatawa Syaikh ‘Alaisy, I, 78)
Imam al-Qarafi menambahkan bahwa, praktik talfiq ini bisa dilakukan selama ia tidak menyebabkan batalnya perbuatan tersebut ketika dikonfirmasi terhadap semua pendapat imam madzhab yang diikutinya.
Kalau kita lihat beberapa pendapat di atas, ternyata tidak ada qoul (pendapat) yang membolehkan talfiq secara mutlak. Oleh karena itu, ada beberapa klasifikasi talfiq yang perlu diperhatikan. Pertama, talfiq batal secara esensi, seperti melakukan sesuatu yang menyebabkan penghalalan barang yang haram, seperti menghalalkan khamr, zina dan lainnya. Kedua, talfiq yang dilarang bukan pada esensinya, tetapi karena faktor eksternal.
Dalam kasus kedua ini terbagi menjadi tiga macam. Yaitu: (1) Mengambil pendapat yang mudah-mudah seperti mengambil pendapat setiap mazhab yang termudah bukan karena dharurat atau ‘udzur. Hal ini dilarang agar seseorang tidak melepaskan diri dari pembebanan-pembebanan syar’i. (2). Talfiq tidak boleh berlawanan dengan keputusan hakim. (3) Talfiq tidak boleh mencabut kembali hukum atau keputusan yang telah diikuti atau disepakati ulama’ (Ushul al-Fiqih al-Islami, II, 1176-1177)
Alhasil, demi kemaslahatan, sebenarnya masih ada ruang untuk talfiq. Apalagi ketika berhadapan dengan kondisi dharurat, maka talfiq menjadi satu-satu pilihan yang mesti kita tempuh asal jangan sampai bertentangan dengan spirit syara‘(maqashid al-syari’ah). Yang penting, praktik talfiq bukan sekedar untuk mengambil kemudahan saja, tetapi bertujuan agar keluar dari jeratan ke-mudharat-an.

------------------------

TEMBUSAN PERTANYAAN WUDLU-THAWAF

PERTANYAAN Muhammad Faris : dalam tawaf orang syafi'iyah kebanyakan ikut madhab maliki/(bersentuh kulit pr-lk2 tdk apa2.) apakah wudhunya harus ikut maliki jg ? makasih...........
JAWAB :

Jika tidak sengaja, Maka yang menyentuh (Lamis) batal. Dan yang tersentuh (Malmus) menurut salah satu qaul yang dipilih oleh minoritas madzab syafii : tidak batal.

Referensi :
ومما تعم به البلوى فى الطواف ملامسة النساء للزحمة فينبغى للرجل أن لا يزاحمهن ولها أن لا تزاحم الرجال خوفا من انتقاض الطهارة فإن لمس احدهما بشرة الأخر ببشرته انتقض طهور اللامس وفى الملموس قولان للشافعى رحم الله تعالى أصحهما عند اكثر أصحابه أنه ينتقض وضوؤه وهو نصه فى أكثر كتبه والثانى لا ينتقض واختاره جماعة قليلة من أصحابه والمختار الأول اهـ الإيضاح 114

----------

PERTANYAAAN ANGGOTA (Zahrah Ida)
aww..apa yang di maksud dengan bid'ah? kullu bid'ah dholalah..jzk
JAWABAN KAMI
Nabi bersabda :
إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ (رواه النسائي )
I. Terjemah Hadist :"Sebenar-benar perkataan adalah Kitab Alloh (Al-Quran), dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad n dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru (muhdats), dan semua perkara yang baru (muhdats) adalah bid'ah, dan semua bid'ah adalah sesat, dan semua kesesatan tempatnya neraka"
II. Penjelasan :
Bid'ah menurut bahasa artinya: "Sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Kata bid'ah ini terdapat dalam firman Allah l yaitu :

بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرضِ (البقرة :117)

"Dia (Alloh) Pencipta langit dan Bumi". Maksudnya bahwa Alloh menciptakan langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam ayat yang lain, :

قُلْ مَاكُنتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ (الأحقاف :9)
"Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul". Maksud ayat di atas adalah bahwa Nabi Muhammad n bukanlah seorang rasul pertama yang kepada penduduk bumi ini.
Kata bid'ah jika disebutkan secara mutlak maka maksudnya adalah perkara baru yang tidak baik yang ada dalam agama. Dan yang seperti itu adalah kata mubtadi' (ahli bid'ah), yang digunakan untuk celaan. Tetapi dari sisi akar kata, kata bid'ah dapat dikatakan untuk sesuatu yang terpuji dan tercela. Sebab yang dimaksud dengan bid'ah secara bahasa adalah sesuatu yang baru dibuat tanpa ada contoh sebelumnya baik sesuatu yang buruk ataupun sesuatu yang baik. Jadi definisi bid'ah adalah cara baru dalam agama yang dibuat untuk menyerupai syariat dengan maksud untuk melebihkan dalam beribadah kepada Alloh.
Ungkapan "cara baru dalam agama" itu maksudnya bahwa cara yang dibuat itu disandarkan oleh pembuatnya kepada agama padahal tidak ada dasarnya atau pedomannya dalam syariat.
Ungkapan "menyerupai syariat" sebagai penegasan bahwa sesuatu yang diada-adakan dalam agama itu pada hakikatnya tidak ada dalam syariat, bahkan bertentangan dengan syariat seperti mengharuskan cara dan bentuk tertentu yang tidak ada dalam syariat. Juga mengharuskan ibadah-ibadah tertentu yang dalam syariat tidak ada ketentuannya.
bid'ah dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hal-hal yang baru yang bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah, maka yang demikian digolongkan sebagai bid'ah dholalah (bid'ah yang sesat).
2. Hal-hal yang baru yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan Al-Quran atau Sunnah. Maka yang demikian dikatagorikan sebagai bid'ah yang baik dan tidak tercela.
Sayyidina Umar pernah berkata berkenaan dengan pelaksanaan sholat tarawih, yaitu :
قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ (رواه البخاري )
Perkataan Sayyidina Umar tentang sholat tarawih yang dilakukan dengan berjamaah terus-menerus di masjid bersama para sahabat sebagai bid'ah yang baik, karena Rosululloh n tidak memerintahkan untuk melakukannya. Rosululloh n melakukan sholat tarawih hanya tiga kali saja di masjid dan selanjutnya beliau sholat tarawih di rumah. Hal ini dilakukannya karena beliau khawatir sholat tarawih akan dianggap wajib oleh mereka. Ketika Nabi tidak datang untuk mengimami sholat tersebut, maka para sahabat sepakat untuk tetap melaksanakan sholat tersebut secara berjamaah dengan tujuan menghidupkan syiar Islam yang diperintahkan Alloh untuk selalu melaksanakan dan mencintainya.
Kalau melihat pengertian bid'ah secara bahasa adalah sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya, maka sholat tarawih dengan berjamaah terus-terus menerus dilakukan di masjid padahal Rosululloh hanya melakukannya tiga kali dan selajutnya diteruskan di rumah, bisa dikatakan sebagai perkara bid'ah yang baik, menurut pengertian bahasa. Contoh yang lain adalah menyediakan mimbar untuk berkhutbah, mendirikan bangunan sekolah dan hal-hal lain yang dulu belum pernah ada tetapi tidak bertentangan dengan syariat.
Adapun penjelasan hadist bahwa semua yang bid'ah adalah sesat dan yang semua kesesatan tempatnya neraka adalah pengertian bid'ah secara istilah. Maksudnya adalah bahwa perkara-perkara bid'ah itu adalah berhubungan dengan masalah-masalah agama yang tidak dicontohkan oleh Rosululloh atau tidak ada syariatnya dalam agama. Artinya apa-apa yang dilakukan umatnya yang ada kaitannya dengan agama pasti ada contoh Rosululloh. Dengan menambah atau mengurangi sesuatu yang sudah ditetapkan dalam syariat, maka inilah yang dinamakan dengan kullu bid'atin dlalalah wa kullu dlalalatin finnar . Untuk memperkuat pendapat ini ada hadist yang lain yang semakna dengan hadis sebelumnya :
أَخْبَرَتْنِى عَائِشَةُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ».رواه مسلم
Artinya : Aisyah telah mengabarkan kepadaku bahwasanya Rosululloh bersabda : "Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada keterangannya dari Kami (Alloh dan Rosul-Nya), maka tertolak amalan itu".
Menurut hadist ini sangat jelas dalam menggambarkan amalan baru yang tertolak, yaitu setiap amal yang tidak ada dasarnya dalam agama, baik yang mencakup tentang cara, sifat dan bentuk amal yang tidak terdapat keterangan dari Nabi n.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bid'ah hasanah itu dalam pengertian bahasa, adapun bahwa setiap bid'ah itu adalah sesat adalah dalam makna istilah. Dalam makna istilah inilah yang menjadi pedoman dan acuan bahwa semua bid'ah adalah sesat dan semua kesesatan tempatnya neraka.

Tidak ada komentar: