Jumat, 24 Februari 2012

Berkat Menjaga Makanan

Abdulmalik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Abdullah bin Hayuwiyah Al Juwaini An Naisaburi dikenal dengan gelarnya Imam Al Haramain dan Dliyauddin. Beliau lahir di di Juwain daerah Khurosan termasuk wilayah Naisabur. Yaitu daerah yang terletak di perbatasan dengan Afghanistan, Balukhistan, Irak dan Kirman pada 18 Muharram 419 Hijriyah bertepatan dengan 22 Februai 1028 M. Beliau hidup mencapai usia 59 tahun.

Gelar Imamul Haramain (Imam Haramain), karena beliau pernah tinggal di Makkah Al Mukaramah selama empat tahun. Di sana belajar yang selanjutnya bahkan mengajar dan melakukan rnunazharah unfuk pemantapan dan memperkokoh pendiriannya dalam ilmu yang diperolehnya. Oleh sebab keunggulannya, beliau mampu rneluruskan dan membela pandangan aqidah yang hak. Beliau tempatkan pandangan aqidah Ahlussunnah pada ternpatnya dengan megenyampingkan pengaruh golongan yang sesat dan merusak. Sehingga beliau mendapat gelar Dliyauddin, yakni Penerang Agama.
Beliau menetap di makkah dilatar belakangi oleh kekacauan yang terjadi saat itu. Masa hidup Imam Haramain adalah masa akhir pemerintahan Khilafah Abbasiyah yang berpusat di Bagdad. Masa ini adalah masa yang penuh dengan gejolak termasuk gejolak pertentangan pandangan keagamaan antara kaum Sunni dengan sementara kelompok dari kaum Syi’ah. Situasi inilah yang mengakibatkan berpindahnya beberapa tokoh ulama Sunni meningalkan kampung halamannya unfuk mendapatkan perlindungan dan ketenangan. Diantara yang hijrah ini termasuk Imam Al Qusyairi dan Imam Al Haramain sendiri. Beliau ini hijrah ke Bahgdad, dan selanjutnya terus ke Mekah Al Mukarramah dan tinggal di sana.
Ada pelajaran penting yang kita petik dari sejarah hidup beliau sebagaimana dikutip dalam kitab Wafayaat al-A’yan Juz III Halaman 167, Abul Abbas Khalkaan menceritakan bahwa Abu Muhammad, ayah dari seorang ulama kenamaan madzhab Syafi’i yaitu Imam al-Haramain al-Juwaini, selalu berupaya agar perempuan yang mengandung anaknya selalu makan dari yang halal sejak sebelum mengandung sampai anaknya kemudian dilahirkan. Ia melarang orang lain untuk menyusuinya, sebab dia tidak bisa memastikan kehalalan makanan yang menghasilkan susu perempuan lain.
Suatu ketika ibu Imam al-Haramain sakit sehingga tidak bisa menyusui, sedangkan anak tersebut menangis terus. Salah seorang tetangganya mengambil alih dan menyusukan anak tersebut. Baru beberapa isapan, sang ayah melihat itu. Diambillah sang anak dari perempuan tersebut, lalu dijungkirbalikkan kepalanya, diusap perutnya, dan dimasukkan jarinya ke mulut anak tersebut sampai Imam al-Haramain kecil muntah dan mengeluarkan air susu yang sempat diminum dari perempuan lain. Sang ayah berkata,
يسهل علي أن يموت ولا يفسد طبعه بشرب لبن غير أمه
“Lebih mudah bagiku menanggung derita kematian anak ini daripada akhlaknya rusak karena meminum air susu selain ibuya”.
Peristiwa tersebut dikenang terus oleh Imam al-Haramain. Setiap kali terhenti bicara dalam diskusi atau debat, ia berkata,
هذا من بقايا تلك الرضعة
“Itu karena sisa air susu orang lain”.



Tidak ada komentar: