Kehidupan kita hingga hari ini masih dihantui oleh berbagai persoalan yang terasa sangat sulit untuk dihadapi dan diatasi. Belum reda Krisis-krisis yang melanda berganti dengan bencana yang menimpa tanpa terduga-duga. Diakui atau tidak, bahwa kesulitan dalam menghadapi dan mengatasinya karena terjadi kesenjangan yang begitu besar antara pengakuan kita sebagai muslim dengan realitas kehidupan yang kita jalani, Oleh karenanya keindahan Islam sebagai suatu ajaran agama tidak nampak karena terhalang "kabut" sikap dan prilaku umat Islam yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam sebagai mana dikatakan oleh Syekh Muhammad Abduh,
seorang ulama dari Mesir: "Islam itu terhalang oleh (sikap dan prilaku) umat Islam (sendiri)."
Dalam momentum hari raya Idul Adha dan ibadah haji, marilah kita introspeksi apakah masih ada nilai-nilai islam praktis dalam diri kita yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam ritual kurban dan haji sebagaimana tercermin minimal pada attitude (Sikap) berikut ini.
Pertama, Memiliki rasa optimisme yang tinggi akan hari esok yang lebih baik, yakin kepada Allah Swt Yang Maha Pemberi rizki bahwa Dia sebenarnya telah menyediakan rizki itu kepada setiap makhluknya. Optimis bahwa masih banyak cara halal untuk mendapatkan rizki. Maraknya kriminal, Banyaknya kejahatan dan menjamurnya togel dan WTS dll adalah sebagai wujud nyata dari keputus-asaan mendapat rizki yang halal.
Sebenarnya Siti Hajar bersama anaknya ; Ismail jauh lebih sulit dari situasi kita sekarang. Sejarah menyebutkan bahwa ketika Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi ditempatkan di Makkah yang tandus, gersang dan tak ada kehidupan, membuat Siti Hajar harus bertanya beberapa kali pada suaminya, Nabi Ibrahim AS: "Mengapa engkau tinggalkan aku disini?". Nabi Ibrahim AS tidak mau menjawab pertanyaan ini, bahkan ketika ia sudah berjalan meninggalkan isteri dan anaknya, iapun tidak mau menoleh karena tidak tega meninggalkan isteri dan anaknya itu. Tapi ketika Siti Hajar bertanya: "Apakah Allah yang memerintahkan engkau untuk menem-patkan aku disini?". Maka dengan jelas dan tegas Nabi Ibrahim as menjawab: "Ya" dan Siti Hajarpun menerima keputusan itu. Ini menunjukkan bahwa keyakinan kepada Allah sebagai Maha Pemberi Rizki merupakan sesuatu yang sangat prinsip dalam kehidupan ini. Allah SWT berfirman : "Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiamnya binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata." (11: 6).
Kedua, Setelah kita memiliki keyakinan diatas, kita berusaha sekuat tenaga untuk mencarinya. sebagaimana yang telah dilakukan Siti Hajar. Bagi kita, jangankan rezeki yang belum nampak di depan mata, makanan yang sudah nampak di depan mata kitapun belum tentu menjadi rezeki kita, kita masih harus berusaha untuk mengambilnya dan memasukkannya ke mulut, mengunyah dan menelannya. Karena itu Siti Hajar berjalan dan berlari dari bukit shafa ke bukit Marwa, inilah yang dalam ibadah haji disebut dengan sa'i. Secara harfiyah, Sa'i artinya usaha, shafa artinya suci dan Marwa artinya ideal. Ini berarti, seorang muslim harus berusaha mendapatkan rezeki secara halal dan baik, jangan sampai mengemis apalagi mencuri, Karena itu mencari rezeki harus berangkat dari hati yang suci dan tidak akan mengorbankan nilai-nilai idealisme keislaman yang sudah kita yakini kebenarannya. Usaha mencari rezeki tidak harus membuat kita menjauh dari Allah SWT dengan segala nilai yang diturunkan-Nya, di satu sisi kita memang harus berusaha mencari rezeki, tapi kedekatan kita kepada Allah jangan sampai diabaikan, karena itu jamaah haji sebelum melakukan sa'i harus terlebih dahului tawaf mengelilingi ka'bah. Ka'bah adalah lambang dari adanya Allah dan orang yang tawaf berarti orang yang selalu berusaha untuk dekat kepada Allah, ia tidak mau keluar dari garis dan ketentuan hidup yang datang dari Allah SWT, karena itu Allah SWT memuliakan siapa saja yang dekat kepada-Nya. Itu sebabnya, di dekat Ka'bah ada hijir Ismail yang artinya pangkuan Ismail, disitulah Ismail dahulu dipangku dan diasuh oleh ibunya Siti Hajar, seorang budak yang dinikahi oleh Ibrahim, , tapi meskipun ia seorang budak yang dimata manusia berkedudukan rendah akan tetap Allah SWT memuliakannya karena ia dekat kepada Allah sehingga tempat ia mengasuh, mendidik dan membesarkan anaknya diabadikan disitu, suatu tempat yang sangat mulia, dimana para jamaah haji disunnahkan salat sunah disitu meskipun tidak semuanya bisa berkesempatan untuk shalat di situ karena tempatnya yang tidak terlalu luas. Setelah berusaha sebaik mungkin, maka seorang muslim harus bertawakkal atau berserah diri dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT. Di sinilah manusia akan memperoleh sesuatu sesuai dengan tingkat usahanya, Allah berfirman, yang artinya: "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya." (53:39).
Ketiga, semangat berkorban dan menunjukkan realisasi pengorbanan sesuai dengan tingkat kemampuan kita masing-masing. Kesulitan-kesulitan hidup jangan sampai membuat kita terlalu banyak alasan untuk tidak mau berkorban bagi kemaslahatan atau kebaikan orang lain. Nabi Ibrahim AS telah menunjukkan semangat pengorba-nannya yang tiada tara. Ketika kita menginginkan kehidupan yang baik, harus ada pihak-pihak yang berkorban, karena dalam suatu masyarakat ada orang yang memiliki kelebihan dan ada yang memiliki kekurangan, yang berlebih harus mau berkorban untuk yang berkurang meskipun sebenarnya pengorbanannya itu juga untuk kepentingan dirinya sendiri. Janganlah harta membuat kita melupakan Allah SWT dengan segala syari'at yang telah
diturunkan untuk kita semua. Allah SWT berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak membuat kamu lupa dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat demikian, maka ia termasuk orang-orang yang rugi." (63:9).
Ke-empat : selalu mempertahan-kan nilai-nilai idealisme sebagaimana ibrahim yang mempertahankan nilai-nilai kebenaran sejak beliau masih muda hingga sudah tua, ini bisa kita ambil pelajarannya saat Nabi Ibrahim as yang ingin menegakkan nilai-nilai tauhid dengan menghancurkan berhala-berhala yang mengakibatkan Nabi Ibrahim dihukum mati dengan cara dibakar dan akhirnya Allah Swt menyelamatkannya. Kita juga bisa lihat Saat ia sudah tua, Nabi Ibrahim diperintah untuk menyembelih Ismail, Iapun melaksana- kan dengan sepenuh hati. Meskipun sudah lama ia ingin punya anak dari perkawinannya dengan Siti Sarah tapi ia belum juga punya anak dan iapun akhirnya kawin dengan Siti Hajar dan dikaruniai anak yang diberi nama Ismail.
Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang yang harus kita teladani dalam mempertahankan idealismenya atau dengan kata lain istiqomah pada kebenaran, taat sejak muda hingga tua. Maha benar Allah SWT Yang berfirman : "Sungguh telah ada teladan yang baik pada diri ibrahim dan orang-orang yang bersamanya" (60:04). Jika kita meneladani mereka niscaya Rahmat dan barakah akan turun kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar