Rasululloh saw bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ البَهِيْمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ، هَلْ تَرَى فِيْهَا جَدْعَاءَ؟
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak akan melahirkan binatang ternak yang sempurna. Apakah engkau lihat ada binatang yang lahir dalam keadaan telah terpotong telinganya?” (HR: Al-Bukhari no. 1385)
Seorang anak terlahir di atas fitrah ber-arti ia siap menerima segala kebaikan dan keburukan. Sehingga dia mem-butuhkan pengajaran, pendidikan adab, serta pengarahan yang benar dan lurus di atas jalan Islam. Maka hendaknya kita berhati-hati agar tidak melalaikan anak yang tak berdaya ini, hingga nantinya dia hidup tak ubahnya binatang ternak. Tidak mengerti urusan agama maupun dunianya.
Menjelang tahun ajaran baru, banyak orang tua yang mencari-cari tahu, mana sekolah atau tempat pendidikan yang baik untuk anak-anaknya. Ada yang bertanya-tanya kepada sanak sanak saudara, handai taulan, dan kena-lan. Ada yang membuka-buka halaman iklan di majalah, koran, dan sebagainya. Bahkan naifnya ada juga yang bertanya kepada dukun, walau sudah diberitahu oleh para da’i bahwa bertanya ke dukun itu haram, bahkan shalatnya tak diterima selama 40 hari.
Para orang tua masa kini tampaknya di tarik dari arah sana-sini untuk me-nyerahkan anak-anaknya ke sekolah yang diiklankan di mana-mana. Dari yang paling kecil untuk masuk TK (Taman Kanak-kanak) sampai ke jenjang strata satu. semuanya diiming-imingi kemudah-an, fasilitas, dan jaminan mutu plus.
Setiap sekolah mempunyai misi. Ada misi yang masih dalam kebenaran, dan ada pula yang sudah tidak mempedulikan kebenaran. Kalau sekolah itu berlabel Islam, atau dari oraganisasi Islam, atau di bawah lembaga Islam pun, setelah di ketahui bahwa itu tidak termasuk dalam aliran sesat, masih perlu dilihat pula, Apakah mereka itu teguh dalam men-didik murid-murid / mahasiswanya dengan Islam yang benar. Apakah memang diterapkan shalat berjama’ah, berpakaian muslim/ muslimah, dijaga pergaulan antara lelaki dan perempuan, atau tidak. Kalau satu sekolah/ pesantren/ perguruan tinggi sudah ragu-ragu dalam menerapkan per aturan tentang pakaian muslim/ muslimah, itu pertanda misi Islam nya setengah-setengah. Dalih apa-pun yang mereka kemukakan, sudah bisa dibaca bahwa Islam dianggap lebih rendah dibanding duit dan semacamnya.
Sebagaimana dikatakan oleh Hartono ahmad jaiz dalam bukunya "ada pemur-tadan di IAIN" Walaupun itu sekolah unggulan, terkemuka, dan sangat banyak muridnya, namun itu jelas mendidik untuk ragu-ragu, bahkan agar munafik dalam ber-Islam. Biar dari luar masih digolongkan Islam, namun tidak disebut fanatik oleh orang yang anti Islam. Begitulah kira-kira arah kemuna-fikannya. Sehingga jangan heran jika begitu keluar, alih-alih menjadi alim dan yakin akan agama islam, Anak menjadi ragu-ragu dan tidak percaya lagi akan ajaran islam.
Ditulis dalam koran Republika—(waktu lalu, kini di Majalah Madania?), orang tua siswa bernama Ade Armando , setelah menyekolahkan anaknya kemu-dian anaknya menawar kepada bapak nya untuk pilih masuk Kristen saja. Ketika ayahnya menanyakannya, anak itu menjawab, di sekolahnya SD Para-madina, menampilkan sinterklas (salah satu simbol di Kristen) yang lucu. Sedang di Islam, mboseni (membo-sankan), alasannya, karena bedugnya berisik, dalam penampilan di sekolah
itu. Sebenarnya hal ini tidaklah mengherankan, karena sebenarnya orangtuanyapun telah teracuni oleh liberalisme dan plurarisme beragama yang marak.
Sebagai contohnya, ditulis dalam Harian The Jakarta Post, Islam 'recognizes homosexuality' (Islam meng-akui homoseksualitas) . Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, homoseksual dan homosek-sualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. Hal ini berdasarkan kecurigaannya pada nabi luth yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Disebutkan dalam Tabloid Republika, Dialog Jumat, Ada dosen (IAIN) yang di depan kelas dengan bangganya mengaku sudah tiga bulan tak shalat.
Dalam Journal Relief terbitan UGM Mei 2003 menyebarkan faham yang memurtadkan, pernyataan seorang dosen IAIN Jogjakarta : “…kenapa kita ribut menyalahkan orang ateis bahwa ateis adalah musuh orang ber-Tuhan. Padahal Tuhan sendiri ateis. Ia
tidak ber-Tuhan.”
Kita sebagai orang tua haruslah menya-dari hal ini, jangan terkecoh dengan warna abu-abu lembaga pendidikan. Kadang orang tua silau dengan fasilitas lengkap dan teknologi dari sebuah lembaga pendidikan, dan lupa akan dampak negatif yang tidak di antisipasi oleh lembaga tersebut. Ketahuilah teknologi tanpa pondasi iman yang kuat akan menjerumuskan kepada kemaksiatan. Belum lagi bahaya pergaulan bebas yang tak dibatasi.
Disebutkan dalam situs kompas.com :bahwa Data Badan Narkoba Nasional (BNN) tahun 2004, tercatat sebanyak 18.000 SMP dan SMA meningkat 400 persen pada 2006 menjadi sebanyak 73.253 tahun 2006, pelajar 83.000 pelajar. Dan 8.449 pelajar sekolah dasar (SD), meningkat 30 persen dari tahun sebelumnya, 2.542 pelajar. Dalam Detik.com : JOM-BANG – Mojoagung. Ketika polisi menggerebek rental VCD, menemukan pasangan mesum pelajar yg masih di bawah umur berada dalam kamar khusus (bilik).
Sekali lagi pikirkan!! Anak itu fitrah, Andalah yang mencetak karakternya!
Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar