Secara bahasa, isro' berasal dari fiil madi asro yang berarti mengadakan perjala-nan di malam hari dan mi'roj berarti tangga, muf-rad dari kata ma'arij yang menjadi nama surat ke 70 dalam al-qur'an.Terambil dari kata kerja (madi) araja yang berarti naik.
Dalam kitab Thabaqot al-Qubro dijelaskan bahwa peristiwa Isra’ - Mi’raj terjadi di bulan Rajab, 18 bulan sebelum Rasulullah SAW melakukan hijrah ke Madinah. Dengan demikian, sampai saat sekarang peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut telah memasuki tahun ke 1432 lebih 6 bulan.
Menukil pendapat ibnu dihyah dalam kitab as-siroh al-halabiyah, ternyata isro' dan mi'roj Nabi Muhammad saw terjadi pada hari senin, ini semakin menguatkan nilai sejarah hari senin, karena pada hari senin itu rasul lahir, diangkat menjadi rasul, keluar dari makkah (hijroh), sampai di madinah, bahkan wafat juga pada hari senin.
Secara istilah, Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Palestina). Sedangkan Mi’raj adalah dinaikkannya Muhammad SAW ke langit hingga Sidratul Muntaha. Yang menarik dari kedua peristiwa tersebut adalah, baik Isra’ maupun Mi’raj dilakukan oleh Rasul hanya dalam waktu singkat dari satu malam yang menurut perhitungan akal dan kekuatan manusia pada umumnya, jelas peristiwa tersebut mustahil dilakukan. Hal ini -sebagaimana dinukil dalam surat al-Isra- menunjukkan betapa besarnya kekuasaan Allah SWT. Peristiwa tersebut adalah mu’jizat terbesar bagi Nabi Muhammad SAW setelah Al Qur’an.
Pendekatan yang paling tepat untuk memahami keagungan peristiwa ini adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar As-Shiddiq, seperti terlukis dalam ucapannya: "Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya.dan sungguh aku akan mempercayainya bahkan terhadap hal yang lebih besar dari peristiwa itu (isra’ mi’roj)". Dari peristiwa inilah kemudian beliau deberi gelar as-shiddiq yang artinya adalah orang yang mempercayai dengan sungguh-sungguh.
Namun begitu bukan berarti kita tidak boleh memahami peristiwa agung itu dengan akal, boleh saja namun tentu saja dengan akal yang bernaung dibawah hidayah al-qur'an. Bahkan Al-qur'an menganjurkan hal tersebut dengan sering menegor kita "apakah engkau tidak memikirkannya!".
Ada pernyataan ilmiyah bahwa hanya makhuk-makhuk metafisika sajalah yang mampu bergerak sama atau lebih cepat dari cahaya. Apakah pernyataan ini benar? Hal ini hanya dapat dijawab dengan akal dibawah tuntunan yang Maha Benar, yaitu Allah dan Rasul-Nya.
Marilah kita lihat Firman-firman Allah dan Hadits-hadits Rasulullah sehubu-ngan dengan Peristiwa Akbar per jalanan ISRA & MI'RAJ Rasulullah SAW, dimana beliau didampingi oleh Malaikat Jibril A.S sewaktu melaksa-nakan perjalanan tersebut.
Untuk dapat melihat betapa besar kecepatan gerak Malaikat Jibril, marilah kita lihat surat AlM'arij ayat 4 :
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Malaikat-malaikat dan Ruh naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (Q.S Al Maarij:4)
Dari ayat ini bisa di jabarkan dan ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1 hari malaikat dan ruh
= 50.000 tahun manusia bumi
1 hari = 2 phi R
R = jarak bumi matahari = 144 juta KM
1 hari = 904.320.000 x 50.000
Vm = 1744.4 C
(1.750 kali kecepatan cahaya)
Jadi Al Quran secara tegas menjawab pernyataan dan pertanyaan di atas. Sehingga tidak mengherankan lagi bagi akal kita mengenai pernyataan bahwa Mikraj Nabi Muhammad tersebut terjadi sekejap saja. Sebagai gambaran Nabi diambil dari tempat tidurnya, dibawa ke langit. Selama waktu itu ia menyaksikan sorga neraka, berbicara dengan Tuhan sembilan puluh ribu kali, mengalami pelbagai kejadian lain--dan dikembalikan ke kamarnya sementara tempat tidurnya masih hangat. Kendi air yang terguling karena tersentuh Nabi waktu ber-angkat, airnya masih belum habis ketika Nabi turun kembali.
Dalam kisah suci perjalanan Isra Mi'raj tersebut sesampainya di pos perjalanan Sidratul Muntaha, Malaikat Jibril tidak sanggup lagi mendampingi Rasulullah untuk terus naik menghadap kehadirat Allah SWT; beliau berkata : Aku sama sekali tidak mampu mendekati Allah, perlu 60.000 tahun lagi aku harus terbang. Itulah jarak antara aku dan Allah yang dapat aku capai. Jika aku terus juga ke atas, aku pasti hancur luluh. Maha Suci Allah, ternyata Malaikat Mulia Jibril AS pun tidak sampai kepada Allah SWT.
Kalau kita terjemahkan jarak terdekat Malaikat Jibril terhadap Allah tersebut (S) :
S = 60.000 x 1.750 tahun cahaya
= 105.000.000 tahun cahaya
Hal ini berarti bahwa hanya faktor ~ (tak terhingga) saja yang bisa mencapai Allah, Faktor inilah yang dikenal dengan WASILAH (perantara/sarana).
Rasulullah pernah bersabda : "Shalat itu adalah mi'rajnya orang-orang ber iman". Ini berarti bahwa di dalam shalat kita harus mampu berhubungan dan mencapai Allah SWT. Kalau tidak, sia-sialah shalat kita, shalat yang sia-sia (lalai) ini bahkan diancam Allah dengan neraka Wail.
Allah beriman dalam Q.S Al Ma'un : 4-5 : Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar